Cadio Tarompo
Refleksi diri dari apa yang saya lihat, dengar dan saya rasakan
Senin, 22 Februari 2021
Mural Pelukis Balikpapan Kaltim oleh Cadio Art Studio, Marty dan Cadio Tarompo
Mural Pelukis Balikpapan Kaltim karya Cadio Tarompo dan Marty Binti Pare
Minggu, 07 Februari 2021
Pelukis Kaltim Balikpapan, karya Mural Cadio Tarompo ( Ariyadi ) dan Marty
Karya Mural di UNIBA Balikpapan oleh Cadio Tarompo, Marty Binti Pare beserta 2 anaknya Alodia Vandora Tarompo dan Tory Tofoji Tarompo
Ariyadi atau Cadio Tarompo Seniman Balikpapan Kaltim
Cadio Tarompo Pelukis Balikpapan Kaltim
Potensi – 2014 – Cat Minyak, akrilik, cat air, pensil dan pulpen pada kanvas – 145 x 180cm
Keberagaman budaya di Indonesia adalah cerminan bangsa kita yang patut diperhatikan dan lestarikan baik oleh Masyarkat, Swasta maupun Pemerintah karena budaya merupakan hasil karya manusia berupa pikiran, pebuatan maupun penciptaan benda-benda seni. Budaya berhubungan erat dengan pariwisata karena pariwisata berpengaruh terhadap manifestasi kebudayaan baik berupa peninggalan kebudayaan, tradisi, religius, perilaku masyarkat maupun artefak-artefak peninggalan sejarah dan yang masih dibuat sampai sekarang ini.
Anggap saja seperti karya saya yang berjudul Potensi. Dari hanya satu obyek Pariwisata maka bisa menciptakan banyak karya seni khususnya pada karya lukis yang saya geluti, disini nantinya muncul transaksi ekonomi yang akan berdampak pada peningkatan taraf hidup saya dan juga penghasilan pajak Daerah/Negara. Sebagai kreator, saya tidak semata-mata mementingkan isi perut, namun ada kesadaran dan kepedulian untuk mengangkat dan memperkenalkan budaya lokal didalam negeri maupun diluar negeri dan berharap ada kolektor dari wisatawan asing, jika itu terjadi maka otomatis ada promosi wisata yang nantinya dapat mengangangkat ekonomi masyarakat lokal serta negara mendapat devisa dari wisatawan asing yang menukar mata uang negaranya dengan Rupiah.
Pelukis Kaltim ( Balikpapan ) karya Cadio Tarompo
Karya Cadio Tarompo (Ariyadi) Pelukis Kaltim Balikpapan
PAMERAN SENI RUPA “MEMBACA
WAJAH INDONESIA”
7– 13 Oktober 2019
di Istora Senayan, Jakarta
Judul Karya : Generasi
70 #Perang-perangan
Medium/ teknik : Akrilik
dan spidol di kanvas
Ukuran (t x p) : 100
x 130 cm
Tahun : 2019
Deskripsi karya : Ketika masa kanak-kanak kami
sering bermain perang-perangan dengan membuat 2 regu yang masing-masing punya
pemimpin atau komandan, yaitu regu Indonesia dan regu penjajah baik itu Belanda
maupun Jepang. Teman-teman yang bergabung pada regu Indonesia biasanya jika
bertemu berteriak dan sahut-sahutan “MERDEKA” sambil mengepal tangan dengan
senyum sumringah.
Jiwa Patriot dan Nasionalis pada saat itu cukup tinggi
karena kita sering disuguhi kisah-kisah perjuangan Bangsa Indonesia melawan
penjajah. Berbeda dengan anak-anak sekarang lebih banyak bermain di dunia maya
dan main perang-perangan dengan menjadi tokoh atau pejuang antah berantah. Hal ini bisa jadi nantinya melunturkan jiwa
Nasionalisme pada diri mereka apalagi pada kondisi sekarang membingungkan yang
mana kawan yang mana lawan, samar dan nyamar.
Cadio Tarompo (Ariyadi) Pelukis Balikpapan Kaltim
Samarinda—Disela-sela pekerjaannya Walikota Samarinda H. Syaharie Ja’ang menyempatkan menghadiri bersama beberapa OPD nya pada Pameran Besar Seni 100 Rupa dengan tema Kayu Baimbai yang di gelar di bigmall, foto didepan Karya Cadio Tarompo (Ariyadi) salahsatu Pelukis Kaltim Senin(23/9).
Judul Karya : Nyumpit
Medium/ teknik : Akrilik
di kanvas
Ukuran (t x p) : 80
x 100 cm
Tahun : 2018
Selain Mandau, Sumpit juga merupakan senjata khas suku Dayak. Selain digunakan untuk berperang tapi lebih banyak dimanfaatkan untuk berburu. Dan diera modern ini “menyumpit” telah menjadi Olahraga Tradisional yang sering dilombakan.
Walaupun suku Dayak gemar berburu satwa-satwa liar, tapi mereka sangat mengeramatkan Burung Enggang sehingga jenis burung ini tabu untuk diburu. Adapun beberapa assesoris Suku Dayak yang diambil dari bagian-bagian tubuh Enggang yang memang sudah mati.
Alasan bagi Suku Dayak menganggap Burung Enggang sebagai satwa keramat yaitu karena; Burung ini hanya hinggap di tempat tinggi, tidak makan ditanah, setia dengan pasangannya, kepakan sayap yang besar dengan ekor yang panjang dan suara yang keras. Nah... makanya Burung Indah dengan paruh yang bertanduk ini diyakini sebagai simbol Kemuliaan dan Kebesaran.
Burung Enggang atau Rangkong Gading kini menjadi hewan Langka yang di lindungi dan sangat pas jika Suku Dayak menjadikan Enggang sebagai Hewan yang Keramat hingga dapat terjaga dari kepunahan.